Tentang Kalian
Tahun pertamaku di SMA berbeda jauh
dengan tahu pertamaku di madrasah. Sejak awal masuk kelas satu aku sudah
dipertemukan dengan seseorang yang baik dan pandai. Dia benama Fia. Dia seorang
gadis pandai dan unik. Aku suka dengannya karena dia tak pandai melawak tapi
dia lucu, ramah pula. Dan salutnya, dia selalu bisa mendengarkan ceritaku,
padahal aku selalu banyak bicara dan sedikit mendengar. Kebersamaanku dengannya
berlanjut hingga kami masuk tahun kedua di SMA, karena ternyata kami masih bisa
berjumpa dalam satu kelas yang sama. Di kelas dua kami masih sering bersama.
Tapi bedanya, kami sudah bertambah kawan. Kami jadi berbanyak, tak lagi hanya
Fia dan aku. Kawanku di kelas dua ini sangat lengkap, dari mulai yang terpandai
samapa yang paling dak jelas semua ada. Dimulai dari Ino, dia adalah kawan kami
yang paling pandai. Entahlah dia makan apa sampai bisa sepandai itu, tapi yang
aku tahu pasti dia tak melahap buku-buku pelajaran itu. Yang kedua ada, Adni dia
lah yang paling tidak jelas diantara kami semua. Dia ini gimana ya, abstrak lah
pokoknya. Sering jail pakek banget pula, sering ngelawak tapi lawaknnya gak
beres semua. Ambyar. Temanku yang lain ada Liza, Dira, dan Riri mereka ini lah
yang mengimangi kami, sehingga kami tak terlihat njomplang banget, karena
kepandaian dan keambyaran yang menjadi satu. Selain berjumpa dengan mereka,
ditahun kedua aku juga menemukan teman dekat yang berbeda kelas. Bisa dibilang
dia ini yang paling berkesan. Fitri namanya, kita sudah kenal sejak kelas satu
tapi ternyata kami menjadi dekat setelah
perjalanan kelas satu dan kelas dua waktu itu. Dan dia juga yang membuat aku
berjumpa dengan kawan dekatku yang lain mereka adalah Pyu dan Upa. Aku bisa dekat dengan Pyu dan
Upa karena si Fitri ini. Bisa dibilang kami empat sekawan.
Saat kita memasuki tahun ketiga SMA, semuanya masih terlihat baik-baik saja. Aku menjadi lebih dekat dengan Fitri, dia orangnya seru dan penuh perhatian. Hari-hariku penuh bersamanya, kadang dia memgajakku untuk berjumpa dengan Pyu dan Upa. Disaat seperti itulah kami bisa jalan dan bermain bersama. Hingga hari kelulusan tiba. Gerbang awal perpisahan kami. Kelanjutan kisahku dengan emapat sekawan ini sedikit menghawatirkan, karena mereka sudah mulai jauh denganku. Bukan, ini bukan masalah jarak dan waktu tapi ini masalah tali yang terikat diantara kami. Dulu, waktu kami masih berada di tempat yang sama kami bisa dekat dan melakukan bayak hal seperti layaknya kawan dekat. Tapi ketika kami tak lagi bersama, kami tak pernah lagi bersua. Entah kapan terakhir kali kami bisa bersama. Tak masalah kami jarang berkabar kalau masih ada kesempatan
bersua, tak masalah kami tak bersua kalau masih ada komunikasi.
Tapi, Itu semua tak berjalan diantara kami, kami tak pernah lagi bersua dan
jarang komunikasi. Aku sempat berfikir, apa ini akan seperti dulu, pertemanan
yang tak berlangsung lama karena tak adanya persamaan lagi. Bedanya, kedekatan
kami bukan karena persamaan, tapi karena adanya sebuah perantara yang membuat
kami bisa berjumpa. Ketika perantara itu tak lagi ada, selesailah kita.
Sekarang, rasa itu sepertinya mulai hilang, kedekatan kami bagaikan angin lalu
yang tersisa hanya lah hamburan debu. Dari empat sekawan ini, hanya aku dan
fitri yang masih dekat, masih sering berjumpa, dan berkomunikasi hingga saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar